Tuesday, July 25, 2006

Allahumma sholli 'ala Muhammad wa baarik wa salim 'alaihi

AIRMATA RASULULLAH SAW...


Tiba-tiba dari luar pintu terdengar seorang yang berseru
mengucapkan salam. "Bolehkah saya masuk?" tanyanya. Tapi
Fatimah tidak mengizinkannya masuk, "Maafkanlah, ayahku
sedang demam," kata Fatimah yang membalikkan badan dan
menutup pintu.

Kemudian ia kembali menemani ayahnya yang ternyata sudah
membuka mata dan bertanya pada Fatimah, "Siapakah itu
wahai anakku?" "Tak tahulah ayahku, orang sepertinya
baru sekali ini aku melihatnya," tutur Fatimah lembut.

Lalu, Rasulullah menatap puterinya itu dengan pandangan
yang menggetarkan. Seolah-olah bahagian demi bahagian
wajah anaknya itu hendak dikenang. "Ketahuilah, dialah
yang menghapuskan kenikmatan sementara, dialah yang
memisahkan pertemuan di dunia. Dialah malaikatul maut,"
kata Rasulullah, Fatimah pun menahan ledakkan tangisnya.
Malaikat maut datang menghampiri, tapi Rasulullah
menanyakan kenapa Jibril tidak ikut sama menyertainya.

Kemudian dipanggilah Jibril yang sebelumnya sudah
bersiap di atas langit dunia menyambut ruh kekasih Allah
dan penghulu dunia ini. "Jibril, jelaskan apa hakku
nanti di hadapan Allah?" Tanya Rasululllah dengan suara
yang amat lemah. "Pintu-pintu langit telah terbuka, para
malaikat telah menanti ruhmu.

Semua syurga terbuka lebar menanti kedatanganmu," kata
Jibril. Tapi itu ternyata tidak membuatkan Rasulullah
lega, matanya masih penuh kecemasan.

"Engkau tidak senang mendengar khabar ini?" Tanya Jibril
lagi. "Khabarkan kepadaku bagaimana nasib umatku kelak?"
"Jangan khawatir, wahai Rasul Allah, aku pernah
mendengar Allah berfirman kepadaku: 'Kuharamkan syurga
bagi siapa saja, kecuali umat Muhammad telah berada di
dalamnya," kata Jibril.

Detik-detik semakin dekat, saatnya Izrail melakukan
tugas. Perlahan ruh Rasulullah ditarik. Nampak seluruh
tubuh Rasulullah bersimbah peluh, urat-urat lehernya
menegang. "Jibril, betapa sakit sakaratul maut ini."

Perlahan Rasulullah mengaduh. Fatimah terpejam, Ali yang
di sampingnya menunduk semakin dalam dan Jibril
memalingkan muka. "Jijikkah kau melihatku, hingga kau
palingkan wajahmu Jibril?" Tanya Rasulullah pada
Malaikat pengantar wahyu itu. "Siapakah yang sanggup,
melihat kekasih Allah direnggut ajal," kata Jibril.
Sebentar kemudian terdengar Rasulullah mengaduh, karena
sakit yang tidak tertahankan lagi. "Ya Allah, dahsyat
nian maut ini, timpakan saja semua siksa maut ini
kepadaku, jangan pada umatku. "Badan Rasulullah mulai
ding! in, kaki dan dadanya sudah tidak bergerak lagi.

Bibirnya bergetar seakan hendak membisikkan sesuatu, Ali
segera mendekatkan telinganya. "Uushiikum bis shalati,
wa maa malakat aimanuku - peliharalah shalat dan
peliharalah orang-orang lemah di antaramu." Di luar
pintu tangis mulai terdengar bersahutan, sahabat saling
berpelukan. Fatimah menutupkan tangan di wajahnya, dan
Ali kembali mendekatkan telinganya ke bibir Rasulullah
yang mulai kebiruan. "Ummatii, ummatii, ummatiii?" -
"Umatku, umatku, umatku"

Dan, berakhirlah hidup manusia mulia yang memberi
sinaran itu. Kini, mampukah kita mencintai sepertinya?
Allahumma sholli 'ala Muhammad wa baarik wa salim
'alaihi Betapa cintanya Rasulullah kepada kita.

No comments: